AUSTEREAD - Di beberapa negara, praktik surogasi (surrogacy) atau ibu pengganti (surrogate mother) menjadi hal yang makin lumrah. Praktik itu, turut dipopulerkan oleh sejumlah pesohor ternama.
Cristiano Ronaldo salah satunya. Saat ini, Ronaldo memiliki lima orang anak. Dua di antaranya, diketahui lahir melalui surrogate mother. Yakni si kembar Eva dan Mateo yang lahir 2017 lalu.
Tidak diketahui, berapa biaya yang dikeluarkan Ronaldo untuk 'menyewa rahim' tersebut. Tapi kebanyakan surogasi bisa menghabiskan biaya lebih dari 100 ribu dolar AS.
Tapi, apalah arti 100 ribu dolar AS bagi Ronaldo, yang pada 2017 dinobatkan sebagai atlet dengan bayaran tertinggi (93 juta dolar AS).
Setelah Ronaldo, ada sejumlah pesohor yang juga menggunakan jasa ibu pengganti. Sebuh saja pasangan Kim Kardashian - Kanye West, hingga Nick Jonas - Priyanka Chopra.
Apa sebenarnya surogasi itu?
Dikutip dari Science Direct, surogasi adalah bentuk third-party reproduction atau reproduksi pihak ketiga. Di mana, ada seorang wanita yang setuju untuk mengandung benih dari orang lain.
Ada dua macam surogasi. Yang pertama, surogasi tradisional. Di mana, ibu pengganti tidak hanya ‘menyediakan’ rahimnya. Tapi juga sel telur, untuk dibuahi sperma milik orang lain (pengguna jasa surogasi).
Lalu jenis yang kedua adalah surogasi gestasional. Di mana ibu pengganti hanya menyediakan rahimnya. Di mana embrio dari pasangan lain ditransfer melalui metode IVF (In Vitro Fertilization) atau bayi tabung.
Anak kembar Ronaldo, Eva-Mateo lahir lewat surogasi gestasional.
Lalu, bagaimana prosedur surogasi itu?
Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang telah melegalkan praktik surogasi. Bukan hanya bagi warganya, negara ini juga terbuka terhadap orang dari negara lain.
Seperti dikutip dari surrogate.com, regulasi soal surogasi atau surrogate mother diatur oleh undang-undang negara bagian. Bukan undang-undang federal. Artinya, aturan antara satu negara bagian dengan negara bagian lain mungkin berbeda.
Prosedur surogasi mungkin menjadi hal rumit bagi kebanyakan orang. Terutama menyangkut persoalan hukum.
Tapi di Amerika Serikat, ada agen surogasi yang siap memberi pendampingan. Mulai dari menentukan negara bagian yang tepat, sampai menemukan ibu pengganti yang cocok.
Sebelum prosedur medis surogasi dilakukan, kedua belah pihak juga harus membuat semacam kontrak atau perjanjian kerjasama. Tujuannya, untuk menjamin hak-hak orangtua pengguna jasa surogasi, maupun pihak ibu pengganti.
Surogasi, di satu sisi menjadi solusi bagi mereka yang karena alasan tertentu tidak bisa memiliki anak dengan cara “normal”. Tapi di sisi lain, surogasi hadir dengan berbagai kontroversi.
Seperti dikutip dari BBC, surogasi sudah menjadi sebuah ‘industri’. Di mana pada 2012 saja, industri seputar surrogate mother telah bernilai 6 miliar dolar AS!
Tapi sebagai industri, surogasi kerap menuai anggapan miring. Bahwa, surogasi tak ubahnya sebagai praktik ‘perdagangan bayi’. Atau ‘eksploitasi’ terhadap manusia.
Praktik surogasi seringkali menyasar wanita-wanita dari kalangan ekonomi rentan untuk menjadi ibu pengganti. Di Ukraina misalnya, seorang ibu pengganti bisa memperoleh 20 ribu dolar AS. Angka itu delapan kali lipat lebih banyak ketimbang pendapatan rata-rata tahunan warga di negara tersebut.
Selain soal ibu pengganti, masalah bisa muncul dari bayi yang lahir.
Pada 2013, seorang wanita Thailand yang menjadi ibu pengganti melahirkan bayi kembar dari pasangan Australia. Bayi kembar itu diberi nama Gammy dan Pipah.
Sayangnya, salah satu bayi kembar, Gammy mengidap down syndrome. Bahkan, kelainan itu sudah diketahui ketika usia kandungan menginjak tujuh bulan.
Orangtua biologis bayi meminta perempuan Thailand itu untuk menggugurkan Gammy. Tapi perempuan Thailand tersebut menolak.
Ketika lahir, hanya Pipah yang dibawa orangtuanya ke Australia. Sementara Gammy yang mengidap down syndrome ditinggalkan di Thailand.
Ibu pengganti pun harus berjuang untuk membesarkan anak down syndrome tersebut.
Masalah menjadi rumit karena di Thailand, Undang-Undang menyatakan bahwa ibu yang saha adalah ibu kandung. Artinya, secara hukum, dia bukan anak dari pasangan Australia pengguna jasa surogasi itu.
Masalah-masalah seperti itulah yang membuat surogasi ilegal di banyak negara.
Italia, Spanyol, Perancis, Portugal, Bulgaria, dan Jerman menolak surogasi dalam bentuk apapun. Sementara Inggris, Denmark, Irlandia, dan Belgia masih mengizinkan surogasi. Namun, bukan surogasi komersial. Artinya, ibu pengganti tidak boleh menerima kompensasi finansial, kecuali itu hanya untuk membiayai pengobatan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia, secara tegas menolak praktik surogasi. Itu tertuang dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.
Dalam pasal tersebut, upaya kehamilan di luar cara alami (lewat bayi tabung) memang diizinkan. Asalkan itu dilakukan oleh pasangan suami-istri yang sah. Dan embrio hasil proses bayi tabung itu ditanam pada istri di mana sel telur itu berasal (istri sah). (*)